Ronald meneguk
susu hangat yang diberikan Melody. "Menjadi dewasa itu tidak
menyenangkan, bukan? Kita harus lebih menjagai perasaan orang lain agar
tidak menimbulkan sakit hati atau mungkin tersinggung dengan ucapan yang
akan kita sampaikan." Kata Ronald tanpa menatap Melody.
Melody menghela
nafas, Ia pun merasa setuju dengan perkataan Ronald. "Dan juga ... Kita
sudah harus bisa menghidupi diri sendiri." Tambah Melody. "Sebenarnya
ada apa?" Tanyanya.
"Apa Rica
baik baik saja disana? Dia tidak pernah kelaparan, bukan? Ia sering
makan enak, bukan? Ia tidur ditempat yang sungguh empuk dan hangat,
bukan?"
"Kamu sendiri apa sudah mendapatkan kemewahan itu?" Balas Melody Ketus.
Ronald
tercenung beberapa saat. "Aku tidak masalah dengan kehidupan yang aku
jalani. Aku senang melakukannya, walaupun hanya menyikat kapal, itu
lebih baik daripada aku mengemis ngemis pada orang."
Melody
mendesis. "Jangan munafik gitu. Wajahmu menunjukkan bahwa ada rasa
kekecewaan yang tumbuh. Kamu kecewa bahwa Rica sudah tidak lagi
disisimu, bukan?"
Ronald
menyangkalnya. "Aku senang bila ia senang, setidaknya satu diantara kami
sudah bisa mencapai mimpinya dan menjadi orang sukses. Ia tidak perlu
merasa kelaparan dan kedinginan lagi. Dia adalah dia, aku adalah aku."
Lantas Melody
membentak. "Jangan terus membela diri sendiri! Bagaimanapun kamu tidak
bisa seperti ini terus. Suatu saat nanti kamu akan menikah dan punya
anak, Apa kamu akan bilang pada anakmu bahwa kamu juga mempunyai impian
yang bahkan kamu tidak bisa menggapainya?"
Ronald membalasnya. "Apa yang bisa dilakukan oleh orang lulusan SMP yang bahkan untuk mencari makan sendiri saja tidak cukup."
Melody menoleh
pada Ronald dan menatapnya sungguh sungguh. "Kamu bukan orang yang
bodoh, sejak kita sekelas dulu, kamu selalu mendapat ranking satu. Orang
pintar akan selalu dicari oleh orang banyak. Tidak bisakah kamu
melanjutkan pendidikanmu?" Pinta Melody.
Ronald balik
menatap melody, ia sedikit putus asa. "Aku ingin, sungguh aku ingin.
tetapi aku tidak mau jika kamu yang membiayaiku. Aku hanya merasa tidak
enak."
"Aku ini
bukan orang asing. Aku ini temanmu, wajar jika aku mengkhawatirkan
hidupmu. Siapa sih yang ingin melihat temanya sengsara." Kata Melody
menerangkan.
Lantas Melody
mendekatkan dirinya pada Ronald, Ia memegang bahu Ronald agar Ronald mau
mengerti niat baik dirinya. Seketika tubuh Ronald merinding, mendadak
gugup, perasaannya menjadi gelisah. Itu semua karena lengan Melody yang
menempel dibahunya. Melody menyadari kecanggungan Ronald, Ia cepat cepat
melepas lengan yang menempel dibahu pria pemalu disebelahnya.
"Aku akan memikirkannya dalam dalam tentang permintaanmu." Kata Ronald basa basi.
Melody tersenyum tipis. "Pikirkanlah masa depanmu."
Lantas Ronald
tercengang diam, matanya mengarah pada Melody, sebetulnya Ia tidak
menatap Melody, Namun Ia menatap orang yang baru saja datang tepat
dibelakang Melody. Melody sedikit binggung, Ia menengok kebelakang.
Batinnya melemah saat tahu bahwa yang dihadapannya adalah Rica. Rica
membuang wajahnya, tak acuh. Kedekatan mereka memang bisa dibilang tidak
begitu baik, mereka tidak pernah sepihak dalam hal apapun.
Rica berjalan
menghampiri Ronald, Ia memberikan bungkusan makanan pada Ronald. "Kamu
sudah sarapan? Aku bawakan ini untukmu. Aku tidak menyangka bahwa kalian
bisa saling kenal." Kata Rica menyindir keberadaan Melody.
"Dia teman sekelas ku saat SMP." Sahut Ronald.
Bagi Melody,
suasana saat itu sungguh menjengkelkan. Setelah Rica hadir, posisinya
seketika bagaikan debu. Rica malah asik bercengkrama dengan Ronald,
entah disengaja atau tidak, sepertinya Rica ingin sekali membuat Melody
kesal. Dengan dahi yang mengerut Melody memutuskan untuk meninggalkan
mereka berdua, namun saat Melody mulai melangkah, Ronald menghalanginya.
"Kamu mau
kemana? Jarang jarang kita bisa bersama kayak gini, aku takut kedepannya
kamu akan mulai sibuk dan tidak bisa bertemu denganku."
Rica
menyerobot. "Apakah kehadiranku membuatmu tak nyaman? Aku tidak tahu apa
yang membuatmu selalu merasa kesal padaku. Jangan bawa perasaan
pribadimu kemari."
"Kamu
sendiri bagaimana?" Balas Melody menatap kuat Rica. "Aku rasa perasaan
pribadimu juga masih menghantui pikiranmu. Kalau begitu, Aku permisi
dulu." Kata Melody sambil mengakhiri pertemuan singkat itu.
Ronald menoleh pada Rica. "Ada apa dengan kalian? Apa kalian saling bermusuhan?"
Rica tidak berkata apa apa, Ia hanya terdiam dengan wajah mendungnya.
***
Demi
menyenangkan hati seseorang yang disayanginya, orang akan melakukan apa
saja agar keinginannya terpenuhi. Semakin melihatnya menderita, maka
akan semakin teriris melihat keadaannya. Apakah semua ini belum
berakhir? Mengapa ada saja hal buruk yang menimpanya, terus dan terus.
Aku semakin tak tahan dengan kehidupan ini.
Dhike baru saja
menemui dokter spesialis yang sudah menangani Ayu dirumah sakit. Namun
kabar buruk menimpa pikirannya. Kalimat kalimat yang diucapkan dokter
masih saja memutar mutar di otaknya. Sepertinya ini mustahil!
"Efek
benturan yang dialami pasien sungguh dalam keadaan yang berat. Benturan
tersebut menguncang seluruh komponen kepala termasuk organ didalamnya,
antara lain bola mata. Goncangan pada bola mata akan mengoyak selaput
lensa mata yang berfungsi sebagai pelindung dan pengatur metabolisme
lensa mata. Akibatnya sejak saat benturan, proses metabolisme di bola
mata mulai kacau. Ini tidak akan bertahan lama dari sekarang, lama
kelamaan pasien akan mengalami kebutaan. Saya pun cukup prihatin
menyampaikan berita ini pada Anda."
Tubuh Dhike
lemas tak berdaya dalam perjalanan menuju kamar Ayu dirawat. Apa yang
bisa dilakukan orang tanpa penglihatan diumurnya yang masih sangat muda?
Melalui penglihatan, berbagai gambaran buruk dan baik ada didalamnya.
Aku takut, Aku takut jika ia tak bisa melihat keberadaanku. Apakah aku
sedang tersenyum, atau mungkin sedih.
Dhike terdiam
manatap Ayu yang sedang tertidur ditempatnya. Ia mengingat semua
kenangan indah saat bersamanya, Dhike takut bahwa tidak akan ada lagi
yang namanya kegembiraan dalam hidupnya. Dhike menangis tersedu, Ia
memegang pipi Ayu dengan lembut, Air matanya menetes tepat di pipi anak
malang dihadapanya.
Ayu merasakan
kehangatan Air yang mengalir diwajahnya, Ia terbangun. Yang pertama
dilakukan Ayu saat melihat Dhike dihadapannya, yakni memegang tangannya
erat. Ayu bangkit dan bersandar dipojokan kasur, otot syarafnya memang
bisa dikatakan sudah membaik sehingga Ayu sudah mampu bergerak.
Ayu menoleh dan
terus menatap kakak angkatnya, Ayu menarik lengan Dhike untuk segera
ikut bertumpu disebelahnya. Walau tak tahu pasti, namun Ayu menduga akan
ada hal buruk yang menimpanya. Ayu berusaha tersenyum walau berat,
tujuannya hanya agar Dhike menghentikan kecemasan yang ditimbulkannya
pada dirinya.
"Apa kakak
tidak lihat aku sedang tersenyum? Aku sudah merasa sungguh baikan, jadi
kakak jangan terlalu mengkhawatirkan aku." Kata Ayu berusaha membuat
Dhike tenang.
"Apa kamu
tahu? Aku tak pernah bisa tersenyum bila melihatmu bersandiwara seperti
itu. Kita sudah cukup lama hidup bersama, aku bisa bedakan mana senyum
tulus dan senyum palsu hanya dengan melihat wajahmu."
Lantas Ayu
mengeluh diselipi rasa kesal. "Lalu aku harus bagaimana? Kakak pernah
bilang padaku untuk tidak membuat kakak cemas, tapi apa yang aku lakukan
selalu salah. Aku mencoba tersenyum pada kakak, walau kakak bisa
bedakan senyum tulus atau palsu, tapi bisakah kakak menerima senyumku?"
Dhike tampak
berkaca kaca memandang Ayu, hatinya sudah tidak kuat melihat
penderitaannya. Dhike mendekap tubuh Ayu dengan erat, Ia menangis.
"Aku
berjanji untuk segera menemukan Ayahmu, Aku janji. Aku harap, kehadiran
Ayahmu dikemudian hari bisa mengubah hidupmu lebih baik." Kata Dhike.
Ayu menangis,
Ia begitu ketakutan. "Apa yang akan terjadi padaku, Kak? Tolong jawab
aku. Selama ini aku tidak pernah jahat pada orang, lalu mengapa aku
selalu menderita menerima semua ini?"
Dhike memukul
mukul pundak Ayu untuk menenangkannya. "Kamu harus berjanji, apapun yang
akan terjadi padamu, kamu harus tetap tersenyum. Kamu tidak ingin
membuat kakak cemas, kan? Apa kamu bisa melakukannya?"
Disela air
matanya, Ayu menatap Dhike kuat. "Aku berjanji. Aku tidak punya siapa
siapa kecuali kakak sendiri, maka dari itu kakak pun harus tetap berada
disisiku."
Tiba tiba saja
pintu kamar rumah sakit terbuka, muncul 3 gadis belia yang masing masing
membawa tas, entah apa isi dari tas tersebut. Mereka adalah Cindy, beby
serta Delima. Dhike tersenyum memandang ketiga wanita belia itu,
sedangkan Ayu hanya bisa diam kebingungan. Ayu sama sekali tidak
mengenal para wanita yang baru saja datang. Lantas Dhike menyuruh masuk
ketiganya.
Cindy mengingat
perkataan Dhike sebelumnya saat diluar rumah sakit. Diam Diam Dhike
kembali menghubungi Cindy untuk meminta bantuannya.
Aku merupakan
teman baik dari anak yang mengalami kejadian maut itu. Ia tidak punya
siapa siapa untuk menghiburnya kecuali aku sendiri. Ia tidak punya teman
seumurannya untuk bermain, Ia begitu kesepian. Aku yakin kamu orang
yang baik, aku mohon bantuanmu. Bisakah kamu menemaninya?
Cindy, Beby serta Delima, ketiganya berjalan menghampiri Ayu.
"Apa kabar?
Namaku Cindy Gulla. Sebelumnya, aku rasa kita sudah berteman. Aku
melihatmu saat Aku juga berada dirumah sakit ini. Aku ingin sekali
menghampirimu dan mengobati luka pada tubuhmu. Namun, kenyataannya aku
sendiri pun tergeletak disebelahmu. Dan juga, aku ini bukan seorang
dokter." Kata Cindy basa basi. Cindy menambahkan. "Kita sama sama berada
diruang UGD yang sama. Kita tergeletak saling bersebelahan saat itu,
Aku tidak kuat melihatmu dibedah oleh dokter, itu pasti sungguh sakit.
Tanpa sadar, tangan ini menggenggam kuat tangan mu. Aku berharap sangat
saat itu agar kamu diberikan keselamatan, entahlah, aku ini orang yang
tidak tegaan. Kini, aku bisa melihatmu dan bertemu langsung hari ini,
Aku harap kita bisa berteman baik." Senyumnya.
Kini giliran Beby, Ia mengambil permen lolipop dari tasnya. Ia menyodorkannya pada Ayu. "Ini untukmu."
Ayu menerimanya dengan wajah yang penuh tanya. Sungguh, Ayu begitu binggung dengan suasana yang berlangsung saat itu.
"Aku
merupakan teman baik Cindy, Namaku Beby Chaesara. Aku selalu mengikuti
kemana langkahnya berjalan. Orang orang lama berkata, perbanyaklah
teman, maka segala sesuatunya akan mudah dilakukan. Aku harap kamu bisa
menerima pertemanan dariku." Kata Beby pada Ayu.
"Dan namaku
Delima ... Udah gitu aja." Serobot si Delima. Cindy serta beby menoleh
pada Delima setelah ucapannya, sepertinya Delima memang tidak mahir
dalam menyambut seseorang. Beby menyikut nyikut lengan Delima, tujuannya
agar Delima bisa berkata lebih baik untuk meyakinkan Ayu. Namun Delima
tidak tahu harus berbuat apa. Lantas Delima mempunyai Ide, Ia merapihkan
selimut yang dipakai Ayu, selimut tersebut Delima posisikan agar tubuh
Ayu tetap terjaga. Namun apes, Ayu malah mengeluh. "Aku kepanasan, Aku
sengaja membuka selimut ini." Kata Ayu.
Beby menghela
nafas, Ia menepuk jidatnya karena merasa kecewa. "Apa ini ide yang bagus
untuk mengajak Delima kemari?" Kata Beby berbisik pada Cindy. "Tak apa,
Delima mempunyai selera humor yang tinggi." Balas Cindy berbisik.
Ayu masih
tercengang. "Aku tidak tahu pasti apa yang sudah terjadi sebenarnya.
Namun, Jika memang kalian ingin berteman denganku ... Justru aku akan
semakin senang." Ayu menoleh pada Cindy. "Dan juga, apa yang membuatmu
berada diruang UGD pada saat itu? Apa yang kamu alami?"
Dhike
menggangkat kepalanya menatap Ayu, Ia berusaha memotong pertanyaan Ayu
barusan. "Apa kalian sudah makan? Selagi kita kumpul, Lebih baik kita
makan bersama saja." Katanya. Dhike sudah mengetahui kejadian yang
dialami Cindy waktu itu, maka dari itu mungkin hati Cindy akan kembali
terluka jika mengungkit kejadian waktu itu.
"Benar! Ayo kita makan dulu. Aku sudah sangat lapar." Keluh Delima.
"Kapan sih
kamu tidak pernah lapar, yang ada dipikiranmu hanya makanan saja."
Sindir Beby pada Delima dengan wajah judesnya. Delima cengegesan.
"Kalau begitu, Ayo kita makan." Seru Ayu.
Cindy, Beby
serta Delima, masing masing mengeluarkan makanan yang mereka bawa dari
dalam tasnya. Dhike kagum. "Wahh.. Banyak sekali, apa semua ini kalian
yang buat?"
Ketiganya
menggangguk. "Benar, Apalagi Cindy, Ia yang paling bersemangat membuat
ini semua. Makanan buatannya sungguh enak!" Kata beby.
Cindy tersipu sipu. "Jangan berlebihan, Beb."
Ia tiba diruang
rapat, gedung Pelangi Entertainment. Orang yang baru saja datang
merupakan orang penting dalam pembuatan Film yang akan segera
dilaksanakan. Tidak jauh Dia adalah direktur Pelangi Entertainment
sendiri. Dihadiri oleh seorang sutradara ternama serta penulis dari film
terkait. Semua sudah rapih duduk ditempatnya masing masing, sutradara
itu mulai menjelaskan.
"Kali ini, kita akan mulai fokus mencasting beberapa peran wanita. Dari 68 peserta, Saya hanya bisa menyeleksi 5 orang saja."
Sutradara itu maju kedepan, dengan bermodalkan mading serta foto peserta, sutradara itu mulai melanjutkan omongannya.
"Yang
pertama, Nama lengkap, Rica Leyona, umur 21 tahun. Ia merupakan pemeran
terbaik tahun ini. Dan ia juga pernah mendapatkan penghargaan sebagai
Aktris terbaik di Pelangi Entertainment. Tahun ini Ia sedang tidak
mendapatkan jadwal, jadi aku memutuskan untuk memakainya." Kata
Sutradata.
Ia melanjutkan.
"Yang satu ini bernama Melody Nurramdhani, umur serta postur tubuhnya
sangat cocok untuk berperan dalam film ini. Namun sungguh disayangkan,
Ia sudah mendapatkan jadwal lain oleh managernya sendiri. Maka dari itu
aku masih mau mempertahankan dirinya dengan berusaha bekerja sama
melalui managernya."
"Yang
ketiga, Stella Cornelia. Dijadwalkan syuting Sitkom minggu ini dengan
honor sebesar 60jt per Episode. Namun itu tidak masalah, Drama tersebut
akan berakhir pada minggu ini, Setelah itu aku akan memakainya."
Penulis memotong omongan sutradara. "Bagaimana bisa kamu yakin untuk bisa bekerja sama dengan managernya?"
Sutradara itu
tertawa dengan nada rendah. "Tidak ada yang tidak suka dengan uang. Film
ini menawarkan sejumlah honor yang besar pada mereka, yakni 200jt per
Episode, dengan total keseluruhan 35 Episode. Belum termasuk honor
diawal sebesar 450jt. kualitas PH kita sudah diakui oleh dunia, berbagai
iklan sudah mengantri."
"Yang
keempat, Jessica Veranda. Ia lulus dalam casting yang berlangsung baru
baru ini. Mungkin ini akan memulai debutnya sebagai aktris. Apa ada
pertanyaan?" Kata sutradara.
Setelah
mendalami omongan sutradara, direktur itu mulai membuka mulutnya. "Rata
rata dari semua orang yang anda sebutkan berasal dari bidang musik. Saya
tidak yakin bahwa mereka akan bisa mengatur jadwalnya yang penuh itu.
Bagaimana anda mengatasi ini?"
"Saya sudah
pikirkan itu semua, maka dari itu saya mencantumkan isi kontrak yang
berisi tentang pembagian jadwal yang seimbang. Ini akan menjadi jadwal
tersibuk bagi beberapa orang, namun persetujuan tetap saja ada pada
pihak orang terkait." Jawab Sutradara.
Direktur itu
kembali melihat isi daftar peserta casting, pandangannya jatuh pada
Sonya Pandarmawan. "Sonya ... Sonya... Bagaimana dengan wanita ini?
Wanita ini pernah memenangkan penghargaan sebagai dancer terbaik,
mungkin tubuhnya sangat cocok dipadukan dalam genre aksi ini."
Sutradara itu
terbahak. "Dia telah gugur. Mengucapkan dialognya saja seperti sedang
membaca buku, tidak ada emosi, penghayatan serta improvivasi yang
menonjol dari dirinya."
"Lalu, Apa
saya harus menyebut diri anda profesional? Dalam hal ini, anda dituntut
untuk bisa mengajak siapa saja untuk berperan. Ini resiko anda, tidak
ada yang tidak bisa jika tanpa berlatih. Anda ajarkan dia tehnik penting
dalam akting." Kata Direktur.
Sutradara itu menentang. "Tidak bisa, Saya tidak mau mengulang casting sebanyak dua kali."
"kalau
begitu, Saya sendiri yang akan mencasting ulang. Saya akan memberi
kesempatan pada mereka yang ingin meraih mimpinya. Berikan pada Saya
semua daftar peserta yang telah gugur dari segala bidang, meliputi
penyanyi, aktor/aktris serta dancer dari pas pertama kali Pelangi
Entertainment dibangun. Saya akan membuka wadah baru bagi mereka. Saya
tidak akan membuang atau menjual barang rongsokan, Saya akan mendaur
ulang barang rongsokan itu menjadi barang yang kembali berguna. Prinsip
yang Saya tegakkan sungguh berbeda, dalam hal ini, Saya tidak membeda
bedakan mana yang berpengalaman dan yang tidak. Setiap orang memiliki
keunggulannya masing masing, Saya akan mulai mengasah kemampuan mereka."
Kata Direktur.
BERSAMBUNG...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar