Ini adalah Hari
besar yang ditunggu tunggu Sonya. Ia mengayuh sepedanya dengan kencang
menuju tempat gedung audisi berlangsung. Sonya berfikir untuk
mengendarai sepeda pada saat itu, tempat gedung audisi berlangsung juga
tidak terlalu jauh dengan kediamannya. Tidak lupa ia juga membawa
beberapa pakaian di dalam tas yang ia gendong. Sepertinya Sonya sedikit
agak terlambat, teman temannya sudah pergi mendahuluinya. Bagaimanapun
hari ini adalah hari dimana ia harus memperlihatkan bakat nya pada semua
orang. Ia tidak ingin melewatkannya. Kemudian handphone Sonya
berdering, ia menyempatkan waktu sejenak untuk membaca pesan yang ia
terima. Ternyata dari temannya, yaitu Shania.
- Kamu dimana?
Pembukaan Audisi sudah mau dimulai. Cleo, Jeje dan aku masih menunggumu
di pintu gerbang. Jangan sampai terlambat ya. (*^?^*) -
- Iya, aku lagi dijalan. - Balasnya.
Sonya sempat
berfikir. "Mereka yang menungguku hanya bertiga, kalau begitu dimana
anak baru yang bernama Shiva itu? Apa mereka gak pergi bersama?"
Shiva merupakan
teman baru yang ia dapat dari tempat latihan. Mereka berlatih bersama
selama satu minggu. Sosok Shiva memang bisa terbilang pendiam,
sebelumnya mereka sudah berjanji untuk berangkat bersama sama, Namun
tidak terlihat keberadaan Shiva. Sonya pun melanjutkan perjalannya.
Ditengah perjalanan ia diberhentikan oleh seorang pria muda. Ternyata
pria muda itu adalah Yuda. Tidak ada yang salah dalam diri Sonya, kenapa
pria yang ada dihadapannya menghalangi jalan ku? pikir nya. Ia sempat
kebingungan.
"Kenapa? Apa aku berbuat salah?"
Yuda mengamati
penampilan Sonya dari atas hingga bawah. Ia melihat kartu peserta yang
dikenakan Sonya. Kemudian ia tersenyum senang.
"Asssiiiiiikkk ... Kamu pasti salah satu peserta Audisi, benar kan?
Siapa namamu? Ah, S O N Y A ... Apa semua penampilan peserta akan sama
miripnya dengan mu?"
"Maksud kamu?"
"Apa kamu gak tau apa yang aku maksud?"
Sonya menggelengkan kepalanya.
"Emmm, Kamu tau? ini seperti kamu menyukai seorang pria bertubuh besar, tampan dan berkharisma. Itu yang aku maksud."
Kedua mata Sonya tampak besar keheranan. Ia masih binggung dengan apa yang diucapkan pria yang tidak dikenalnya dihadapannya.
Kemudian Yuda
mendekati kuping Sonya. "Putih, Cantik, Seksi dan banyak lekukan
ditubuhnya. Sama sepertimu." Bisiknya sambil tertawa.
Sonya mendadak
kesal, tanpa basa basi ia menginjak kaki Yuda dengan keras. Pekik Yuda
kesakitan. Sonya yang sedang buru buru malah dihadang oleh seorang pria
yang tidak jelas, tentu Sonya akan merasa jengkel.
"Sudah aku pergi dulu. Aku lagi buru buru. Lagipula aku gak kenal kamu."
Lagi lagi Yuda
menghalangi jalan Sonya sambil merengek rengek. "Tunggu, tunggu,
tunggu... oke, oke. Yang tadi itu aku hanya bercanda. Tetapi aku mohon
dengarkan permintaan ku ini. Aku mohon."
"Sebenarnya ada apa? waktu ku gak banyak jadi cepat katakan."
"Boleh ya aku ikut ke tempat Audisi bersama mu, aku mohon." Bujuk nya tiba tiba.
"Kenapa? Apa jangan jangan kamu juga termasuk peserta Audisi ya?" Tukas Sonya yang setengah tertawa.
"Enak saja, Aku ini masih waras. Aku hanya ingin mendukung seseorang disana."
"Ya, Ya Yasudah, ikuti aku. Jika gak mau sampai tertinggal, keluarkan semua energi mu itu."
"Maksud kamu apa?"
Kemudian Sonya mulai mengayuhkan sepedanya dengan kencang. Ia meninggalkan Yuda begitu saja.
"Hei! Tunggu! Pelan pelan. Kenapa aku harus lari kayak gini? Tolong bonceng aku disepedamu itu."
Sonya membalikkan kepalanya menatap Yuda dengan jengkel. "Enak saja! Kamu lari aja, anggap saja lagi olah raga."
Beberapa saat
kemudian, Sonya telah sampai didepan pintu gerbang gedung Audisi. Ia
segera menemui teman teman nya. Shania keheranan setelah melihat Sonya
yang membawa seorang pria disebelahnya. Nafas Yuda tidak beraturan
setelah berlari mengejar Sonya.
"Halo Semuanya ! Maaf aku terlambat." Seru Sonya dan segera berlari memberi salam pada teman temannya.
Shania melirik Yuda, kemudian ia berbisik pada Sonya. "Dia siapa?"
"Aku juga gak kenal, dia minta aku memberi jalan ke tempat Audisi ini, udah gitu aja."
Wajah Cleo saat
itu juga menunjukkan keheranan nya, tapi ia heran bukan karena
keberadaan Yuda, melainkan temannya yang tidak hadir saat itu.
"Panda, kamu gak sama Shiva datang kesini?" Tanya nya.
Sonya justru
semakin heran mendengarnya. "Lho, Aku pikir dia berangkat bersama
kalian. Kalo dia gak ada disini lalu ada dimana? Kak Cleo udah hubungi
dia?"
"Aku sudah menghubunginya, tapi hingga kini belum ada kabar. Dia gak pernah jawab panggilan ku."
Shania jengkel
mendengar teman temannya mengkhawatirkan Shiva, dari awal Shania memang
tidak menyukai temannya yang bernama Shiva itu. "Sudah lah biar saja,
lagipula latar belakangnya aja gak jelas. Mengetahui tempat tinggal nya
saja dia gak mau. Salah dia sendiri."
"Shan, apa yang membuatmu begitu benci padanya?" Tanya Jeje.
"Aku gak suka dengan tatapannya. Dia seperti sedang mempermainkan kita saat itu."
Jeje membela.
"Ada apa dengan tatapannya? Saat pertama kali aku bertemu dia begitu
lembut dan polos. Kenapa aku sama sekali gak bisa merasakan apa yang
kamu rasa, Shan."
"Sudahlah, pokoknya aku gak suka dengannnya. Dari pertama kali bertemu hingga kini aku masih mencurigainya."
Sonya serta
Cleo hanya berdiam, mungkin mereka sudah bosan mendengar keluhan
kebencian yang Shania rasakan. Sonya pun menoleh ke arah tempat Yuda
berada, Namun tempatnya sudah kosong.
"Kemana dia? Tiba tiba menghilang. Kamu lihat dia?" Tanya Sonya heran bagaimana pria itu menghilang begitu saja.
"Kenapa? Apa kamu ada perlu dengan pria itu?" Balik Cleo bertanya.
Sonya menggeleng, salah tingkah. "Enggak, enggak. Aku hanya binggung aja."
"Yaudah, kita masuk duluan saja. Barangkali aja Shiva udah ada disana."
"Lagi lagi dia, lagi lagi dia. Mendengar namanya aja udah membuat aku kesal." Gerutu Shania.
Sendy yang saat
itu baru saja membeli beberapa minuman mesti harus berurusan kembali
dengan Dhike. Mereka saling bertemu di aula gedung. Ini merupakan
pertemuan kedua bagi mereka setelah sebelumnya cekcok satu sama lain.
Saat itu Sendy tidak terlihat bersama dengan Ayu, sebelumnya Sendy
menyuruh Ayu untuk tidak mengikutinya dan menunggu nya di taman belakang
gedung. Keduanya saling menatap cuek dan jengkel. Namun saat Sendy
ingin pergi meninggalkan Dhike, lengan Sendy ditarik oleh Dhike hingga
menyebabkan kaleng minuman yang dipegang Sendy terjatuh. Saat itu Dhike
memang tidak berniat untuk menjatuhkan minuman yang Sendy Pegang,
melainkan hanya ingin berbicara empat mata dengannya. Namun tarikan
Dhike begitu keras dan membuat Sendy salah paham.
Sendy mengambil kaleng yang terjatuh lalu menatap Dhike kuat. "Serendah itukah dirimu?"
"Aku hanya ingin menanyakan beberapa hal padamu." Tanya Dhike mengerutkan kening, ia masih penasaran.
"Apa lagi? Apa yang membuatmu merasa penasaran? Kita bisa tuntaskan disini."
Dhike menarik nafas dalam dalam. "Saat kita pertama kali bertemu, bagaimana bisa kamu mengetahui namaku?"
Sendy sedikit
terperanjat mendengarnya. Sebelumnya Sendy memang keceplosan menyebutkan
namanya walaupun Sendy sebelumnya sudah mengetahui sedikit latar
belakang Dhike. Sendy memang sudah harus beralasan, tidak mungkin jika
ia menggungkapkan yang sebenarnya.
"Aku melihat
beberapa foto mu di ponsel Ayu." Jawabnya. Meskipun sebenarnya Sendy
belum pernah menyentuh ponsel Ayu. Tetapi Sendy berfikir secara logika,
jika mereka sudah menganggap saudara satu sama lain, pasti mereka
menyimpan foto foto kenangannya di ponsel.
"Foto foto mu tersimpan rapih disatu folder lengkap dengan nama lengkap mu." Tambahnya.
Dhike tertawa
sanking tidak percayanya. "Kamu pasti sedang mengada ngada. Memang benar
kalau Ayu menyimpan fotoku disatu folder yang berbeda, tetapi apa kamu
tau, aku dan Ayu sudah memberi password pada folder itu. Dan yang tahu
password nya hanya kami berdua." Dhike meneruskan dengan rasa percaya
yang kuat.
Diluar dugaan,
Sendy semakin terpojok dengan jawaban Dhike itu. Sendy sempat berfikir
dan memang harus berfikir untuk kembali beralasan.
Sebuah password?
Tiba tiba saja
kedua mata Sendy terbuka lebar. Ia mengingat sesuatu saat diapartemen
Ayu. Seminggu yang lalu Sendy memang pernah menyusup kedalam apartemen
kediaman Ayu. Ia menuju kamar dan melihat Catatan Diary milik Ayu yang
tergeletak dikasurnya. Ia sempat membukanya dan terdapat banyak sekali
judul yang sama disetiap awal catatan yang Ayu tulis.
Nabilah &
Dhike 2007, Seperti itulah judul yang Sendy lihat disetiap catatan Diary
milik Ayu. Kemudian Sendy mulai mencerna arti dari kata tersebut.
Disetiap judul
terdapat kalimat yang sama, pasti itu merupakan tahun spesial mereka.
Jika memang benar begitu, mereka tidak mungkin mengambil password
sepanjang itu. Pasti mereka menyingkatnya, Mengambil Sebuah password
memang harus yang mudah diingat agar tidak mudah dilupakan. Apa mungkin
N&D2007?
"Kenapa kamu diam saja?" Ucapnya yang berusaha memojokkan Sendy.
Sendy menatap
Dhike dengan mata menyala. Sendy yakin betul bahwa tebakannya memang
benar. Tetapi jika memang tebakan Sendy salah, semua akan hancur. Dhike
akan mencurigai Sendy sebagai orang yang sengaja mempermainkan Ayu
dengan mengincar sesuatu yang ada pada diri Ayu. Sendy mulai
menggerakkan bibirnya.
"N & D 2 0 0 7." Jawabnya sambil terbata bata. Sungguh gugup Sendy mengucapkannya.
Dhike
terperangah serta wajahnya berubah masam. Ia sedikit kecewa dengan
jawaban Sendy, karena password yang diucapkan Sendy memang benar. Jadi
kesimpulannya, Ayu memang sudah mempercayai Sendy sebagai sahabat
terdekatnya, Sampai sampai password yang hanya diketahui oleh mereka
berdua bisa sampai jatuh ke tangan Sendy. Tidak ada yang perlu
dikhawatirkan Dhike, karena ia berfikir memang Ayu dan Sendy sudah
berteman cukup baik.
"Jawabanmu memang benar. Tapi aku gak semudah itu mempercayaimu. Aku masih meragukan mu."
"Terserah apa katamu. Teruslah untuk tidak mempercayaiku, karena dengan begitu maka aku akan lebih mudah mendekati Ayu."
"Sebenarnya
apa yang kamu incar darinya? Dari banyaknya orang atau orang yang
mengikuti audisi, kenapa kamu memilih dia? Bukankah lebih cocok untuk mu
mencari teman yang sebaya dengan mu? Perbedaan umur diantara kalian
cukup jauh. Itulah yang membuatku penasaran."
"Apakah
sebuah pertemanan membutuhkan persyaratan? Lalu, bagaimana dengan mu?
Umur diantara kalian juga sama jauhnya. Maaf saja kalau aku memutar
balikkan kalimat itu, karena aku paling benci dengan kekalahan."
"Aku
berteman dengannya sejak umurnya masih 5 tahun, kami bahkan sering
tinggal bersama seperti layaknya kakak adik. Saat itu kami masih sangat
kecil dan gak mungkin mempunyai pikiran kotor. Beda dengan sekarang."
Sendy tertawa
sinis mendengarnya. "Wah, wah, wah. Pintar sekali kamu dalam menjawab.
Mungkin Aku akan mulai menyukaimu. Kamu lawan yang sepadan dengan ku.
Jika memang kamu mengkhawatirkan Ayu, selidikilah latar belakangku dan
cari tau apa tujuan ku sebenarnya."
Perkataan Sendy
barusan memang terdengar seperti ia sedang menantang Dhike.
Mendengarnya kuping rasanya sungguh panas. Tubuh Dhike bergetar kesal,
ia ingin sekali mengetahui apa yang Sendy rencanakan. Didekatkannya
wajah Dhike pada Sendy dengan mata yang menyala nyala.
"Omong kosong ! Aku peringatkan, jika terjadi sesuatu pada Ayu maka aku akan mulai menyalahkan mu."
Percakapan mereka berakhir, Dhike berjalan meninggalkan Sendy setelah ancaman nya itu.
Ada apa dengan
nya? Apa aku terlihat seperti orang jahat? Kenapa dia begitu membenciku.
Aku bahkan belum pernah menyentuhnya. Sedekat itukah hubungan mereka?
Sendy pun mulai berjalan menemui Ayu yang menunggunya dibelakang taman gedung.
Suasana Gedung
sungguh padat dan sumpek, meliputi area pintu masuk, Taman, Hall serta
Lobby. Semua dipadati oleh para peserta Audisi. Hanya tinggal menunggu
setengah jam saja untuk bisa memulai waktu pembukaan Audisi. Gedung yang
dipakai untuk memulai Audisi memang bisa dikatakan mewah, bisa kita
lihat dari taman yang begitu tertata rapih, terjaga dan sungguh bersih.
Jika kita berjalan 20 langkah maka kita akan menemukan tempat sampah
disetiap kelipatannya, sungguh banyak bahkan bisa dikatakan berlebihan.
Penjagaan yang dilakukan pihak gedung pun sungguh ketat. Tentu jika kita
mau menyewa gedung mewah ini rasanya harus memiliki sejumlah uang yang
cukup besar. Namun itu tidak masalah selagi yang menyewanya adalah
seorang produser terkenal yang didatangkan langsung dari Jepang, ia
adalah Yasushi Akimoto, seorang produser, penulis lirik, skenario dan
bahkan sutradara di Jepang sana.
Rasa gugup
pasti ada dan akan bersarang disetiap peserta, sebelum melakukan Audisi,
Para peserta banyak yang melakukan pemanasan agar gerakan yang
dihasilkan lebih paten saat Berlangsung nya Audisi. Dengan musik yang
diputarkan di latar belakang headset mereka menari nari dengan lincah
dan gemulai. Yang lemah akan semakin minder jika melihat salah seorang
yang sungguh pro dalam hal tari. Terlihat tiga gadis belia yang saat itu
sedang berjalan menuju lobby gedung. Cindy, Delima serta beby
bercengkrama tidak jelas.
Wajah Delima
menunjukkan kekusutanya, rambutnya dijambak jambak sedikit. "Gugup! Aku
sungguh Gugup! Gak lama lagi aku pasti jadi gila."
"Gak bilang
gila juga kamu udah kayak orang gila. Udah jangan mainin rambut mulu.
Rambutmu jadi kusut begitu, Ma." Ledek Cindy sembari merapihkan rambut
Delima yang setengah kusut.
"Bagian
kegugupanku itu pada saat sesi tanya tanya. Semoga aku bisa menjawab
semua pertanyaan dengan mudah dan benar." Keluh Beby.
Cindy menoleh setelah perkataan Beby. "Memangnya pertanyaan seperti apa yang membuat mu jadi gugup?"
"Semuanya! Aku
paling grogi kalo di tanya tanya depan juri atau panitia. Tetapi kalo
mereka bertanya soal pendidikan mungkin rasa gugup ku akan berkurang."
"Memangnya ini kontes cerdas cermat!"
"Hehe."
Tiba tiba saja
Cindy terdiam, ia menyadari perasaan Beby dan Delima yang gugup itu.
Kenyataan nya Cindy juga mempunyai rasa yang sama. Namun ia tidak ingin
memperlihatkan kegugupannya didepan teman teman nya, karena mungkin itu
akan menjatuhkan rasa semangat mereka. Cindy menyentuh bahu delima serta
Beby, ia berusaha menghiburnya dan menenangkannya. Namun yang dilihat
Beby saat itu, wajah Cindy menunjukkan kecanggunggannya terhadap orang
banyak.
Ayu yang baru
saja cekcok dengan Dhike kini masih harus berurusan dengan segerombolan
pria. Terdiri atas empat orang pria bertubuh besar dan mengincar semua
barang milik Ayu yang ia pegang ditangannya. Keempat pria tersebut
berhasil lolos dengan memanjat tembok pembatas gedung, memang pantas
disebut pria berandalan yang selalu memeras orang yang lemah. Lebih
tepatnya kejadian tersebut terjadi di area belakang gedung. Saat itu Ayu
memang sedang sedih sedihnya makanya ia ingin menyendiri ditempat yang
sepi. Tapi hal yang tidak pernah diduganya kini datang menerjangnya.
Saat itu Ayu sungguh benar benar sial, Sendy yang sebelumnya bersama
dengan Ayu kini ia tidak lagi bersamanya. Sepertinya Sendy masih dalam
perjalanan menemui Ayu setelah sebelumnya membeli minuman.
Keempat pria
berwajah sangar itu pun mulai mendekati Ayu. Kepanikan tidak bisa
dihindarkan oleh Ayu. Salah satu dari keempat pria itu mendekat.
"Tenang
saja, Kami tidak akan melukaimu. Cukup kamu serahkan beberapa uang dan
barang bawaan mu itu pada kami." Ucapnya sambil tertawa.
Ayu memegang erat tas yang dipeganggnya sambil menggeleng gelengkan kepalanya.
Melihat itu, Pria yang ada dihadapannya merasa kesal.
"Dasar Brengs*k! Cepat berikan! Jangan sampai gumpalan tangan ini bisa melukai mu. Apa kamu dengar?"
Ayu masih bersikeras melindungi semua barang barangnya. Ayu tetap menggelengkan kepalanya.
Kemudian pria itu memegang erat dagu Ayu. Ia menggertak, Ayu begitu ketakutan dan berteriak.
"Aaa--!"
Teriakannya
sungguh keras, sampai sampai Sendy yang berada dibalik tembok bisa
mendengarnya. Beruntung Sendy saat itu sedang dalam perjalanan menemui
Ayu. Setelah mendengar suara teriakan, Sendy mempunyai perasaan yang
tidak enak. Walaupun sebenarnya teriakan itu belum pasti benar benar
milik Ayu, karena Sendy baru saja berteman dan belum hafal betul dengan
suaranya. Namun Sendy akan mewaspadainya dan berlari ketempat Ayu
berada, lagipula munculnya sumber suara tersebut berasal dari tempat Ayu
berdiam sebelumnya.
Dilihatnya
empat orang pria bertubuh besar dihadapannya. Itu mungkin tidak akan
mempan oleh Sendy untuknya merasa takut. Apalagi Sendy telah mewarisi
beberapa keahlian Bela diri dari Ayahnya. Sendy memandangi kuat keempat
Pria yang ada dihadapannya.
"Jangan sentuh dia." Gertaknya.
"Kakak !" Teriak Ayu ketakutan.
Keempat pria tersebut melirik Sendy dan mendekatinya. Sendy balik menatap tajam pria yang ada dihadapannya.
"Apa anda
salah satu temannya? Teman mu itu sungguh tidak sopan. Disaat orang
dewasa berbicara ia tidak pernah mendengarkan. Jadi, Bisa kamu ajarkan
dia tentang sopan santun?"
"Andalah yang seharusnya di ajarkan itu semua." Jawabnya dengan nada rendah.
"Kurang
ajar! Waktu ku tidak lama. Aku akan bereskan ini semua. Kalian duduk dan
tonton lah saja aku." Ucap salah satu Pria yang berusaha memamerkan
rasa percaya dirinya itu pada rekan rekannya. Bagaimana tidak merasa
percaya diri dan keren, yang dilawannya saat itu hanyalah seorang
wanita, pikirnya.
"Wuuu ..." Seru sorakan kagum dari pada rekan rekan pria tersebut.
"Kamu tenang saja, Ini tidak akan sakit. Apalagi aku selalu lembut pada wanita."
Kemudian lengan
pria itu meraba leher hingga sampai dada Sendy hingga merangsang
nafsunya. Niatnya hanya ingin berbuat mesum pada Sendy. Namun Sendy
melawannya, Ia balik memegang tangan pria tersebut lalu memelintirkannya
dan menjatuhkannya. Pria itu sedikit kesakitan dan balik menghantam
Sendy dengan Pukulan tangannya, Namun Sendy berhasil menghindarnya dan
balik menendang kaki pria tersebut. 2 - 0, lagi lagi pria itu
kecolongan. Ia tidak mau dipermalukan oleh semua rekan rekan yang
menontonnya. Pria tersebut mulai serius.
"Oke, Oke
... Aku akan sungguh sungguh mulai saat ini. Kali ini aku tidak akan
memandang bahwa anda adalah seorang wanita. Jadi aku harap anda harus
lebih berhati hati."
"Aku tidak butuh nasehatmu." Lagi lagi Sendy menJawab lembut dan tenang.
Pria itu mulai
mendekat dan mencoba memulai pukulan berikutnya. Ia berusaha menendang
tubuh Sendy, Namun sayang lagi lagi Sendy menghindar dan Sendy balik
menyerang dengan Gerakan Kekomi (Kekomi adalah gerakan menendang dalam
Karate). Pria tersebut terpental dan rekan rekannya pun menertawainya.
"Kurang
ajar! Sudah jangan banyak tertawa dan habisi saja dia." teriak kesal
pria itu sambil menunjuk Sendy dengan mata setannya.
Keempat pria
tersebut pun mulai mengelilingi Sendy. Sendy tahu bahwa ia sudah harus
mulai berhati hati. Empat lawan satu memang bisa dikatakan tidak
seimbang, tetapi mau diapakan lagi, Sendy akan mencobanya.
Ini sudah
berlanjut, aku harus menyelesaikannya. Lagipula, aku rasa dengan
menyelesaikan ini Ayu akan lebih mempercayaiku ... Ucap kata isi hati
Sendy sambil memandangi Ayu.
Ayu begitu khawatir. "Kakak, Hati hati ..."
Sendy kelihatan
aman tentram walau sudah dikelilingi empat pria yang ingin
menghabisinya. Rupanya ia menikmatinya. Sudah lama aku tidak melemaskan
otot otot ku.
Salah satu
diantara pria pria tersebut mencoba memulai tinju nya, satu demi satu
pukulan berhasil Sendy Hindar. Gerakan Sendy memang sangat gesit, sampai
sampai sejauh ini Sendy masih belum menerima pukulan dari siapapun.
Sungguh mengagumkan.
"Tidak bisakah kalian serius menghadapiku?" Ledeknya sambil terengah engah.
"Sepertinya
ia memiliki gerakan bela diri, aku baru melihatnya yang seperti ini.
Akan aku tunjukan apa itu arti curang bocah kecil."
Tidak di duga duga, salah satu dari keempat pria tersebut mengambil potongan kayu bekas kursi yang tergeletak dipinggir jalan.
Lagi lagi Sendy
memojokkannya dengan meledeknya. "Empat lawan satu saja sudah tidak
adil. Apa kalian akan menggunakan cara itu? Hey, Aku hanyalah seorang
wanita."
Mendengar
ledekan Sendy membuat suasana semakin panas. Agar keinginannya tercapai,
segerombolan berandalan akan rela melakukan apa saja demi keinginannya
tercapai, Bahkan membunuh sekalipun.
Pukulan demi
pukulan terus datang menerjang Sendy, ditambah sebatang kayu yang
diayunkan kearah dirinya. Sendy pun mulai kewalahan menghadapinya.
Bagaimana tidak, Sendy hanya mempunyai dua kaki dan dua tangan untuknya
bisa melawan. Fisiknya pun sudah mulai melemah.
Akhirnya tidak
lama kemudian Sendy pun harus terkena hantaman tinju yang diarahkan ke
tubuhnya. Itu sungguh membuat Sendy sedikit merasa terguncang. Jika
terkena Satu pukulan saja, maka itu akan membuyarkan konsentrasinya.
Disaat tubuh Sendy melemah, kedua Tangan Sendy berhasil dikunci oleh
salah seorang dari pria tersebut. Sendy pun tidak bisa berbuat apa apa,
terjangan pukulan terus menerpa tubuh Sendy hingga tubuhnya menjadi
sangat lemas.
"Kakak!" Teriak Ayu khawatir. Ia tidak tega melihat Temannya dipukuli di depan mata nya sendiri.
Apa yang harus aku lakukan? Apa aku ini selalu membawa kesialan? Aku sungguh lemah, Sungguh ...
Aku harus berbuat sesuatu, aku akan mencobanya.
Kemudian Ayu
mengambil sebuah batu dan dilemparkannya batu itu hingga mengenai salah
satu kepala dari pria tersebut. Dampaknya, Aliran darah pun mulai
mengucur dari si kepala korban. Ayu yang melihat itu mulai gemetaran
karena takut. Pria tersebut kesakitan dan sungguh kesal, ia berjalan
mendekati Ayu dengan mata yang berkobar kobar.
"Lari ! ! !" Teriak Sendy.
Jangan, aku mohon jangan sakiti aku. Dan aku tidak bisa meninggalkan teman yang sudah melindungi ku. Aku akan tetap disini.
"Bruukk !!!."
Terdengar suara
pukulan yang cukup keras. Sendy terdiam terperangah, Tubuh Sendy
menjadi sangat lemas setelah melihat Ayu diterjang pukulan batang kayu
yang mengenai kepalanya. Baretan dan sedikit bercak darah mulai muncul
dibagian kepala. Melihat itu Sendy sungguh kesal. Sendy mulai kesetanan,
Rasa kasihan yang tumbuh membuat kekuatan Sendy bertambah. Sekuat
tenaga Sendy mencoba meloloskan diri dengan menendang tubuh pria yang
saat itu sedang mengunci gerak Sendy. Akhirnya Sendy pun berhasil lolos
dan segera berlari menghampiri Ayu.
"Ayu!"
Sendy menuntun
Ayu yang setengah tidak sadarkan diri itu ke pojok tembok. Hantaman
keras yang diterima Ayu membuat kepalanya sungguh pening, pandangan nya
pun mulai samar samar. Tidak tega Sendy melihat itu semua, Mata nya
berkaca kaca memandangi Ayu.
Kakak ... Gumam nya.
Sendy begitu
marah, tangannya bergetar kuat. "Dia hanyalah anak kecil yang gak
bersalah sama sekali. Aku ... Aku akan membalas nya untukmu, aku bahkan
bisa lebih kejam dari ini. Aku sudah muak melihat para berandalan itu."
Sendy memandang
tajam pria yang telah melukai Ayu. Rasa Dendam sudah tumbuh dalam
dirinya, seperti ingin segera menghabisinya. Sendy berlari ke tempat ia
menyimpan tas nya dilantai. Ia mengambil Nunchaku dari dalam tas nya
(Senjata Tradisional Jepang yang terdiri dari dua batang kayu yang di
ujungnya tersambung dengan rantai). Perlahan Sendy mulai mendekati para
pria tersebut.
"Kalian telah salah dalam memilih mangsa. Hiiaatt !!!"
Keempat pria
itu mulai menyerang Sendy. Sendy berlari kencang dan mengayunkan
Nunchaku hingga menghantam hampir seluruh tubuh para pria tersebut.
Kanan, kiri, atas serta bawah penuh dengan ayunan Nunchaku milik Sendy.
Sepertinya Sendy hampir berhasil menjatuhkan pria pria tersebut. Mereka
kesakitan dan menderita luka memar hampir disetiap bagian tubuh. Sendy
memang sungguh lincah memainkannya. Namun sayang, satu pria berhasil
kabur. Sendy ingin sekali mengejarnya, tetapi keadaan Ayu sedang tidak
baik baik saja saat itu. Terpaksa Sendy kembali menghampiri Ayu yang
sudah tergeletak di lantai.
Seorang
Security muncul dari arah timur, Security tersebut datang setelah
diberitahukan ada keributan dari pantauan CCTV gedung dari bagian arah
selatan. Semua tersangka mencoba lari meloloskan diri.
"Mereka menuju
arah barat. Tutup semua pintu gerbang dari arah barat dan kerahkan
beberapa personel keamanan. Terutama tempat tempat terpencil yang
dicurigai sebagai tempat lolosnya tersangka. Jangan sampai berita ini
bocor ketangan orang dalam, ini akan mengacaukan atau mengganggu
kelangsungnya acara." bisiknya dengan bibir mendekat pada alat
komunikasi radio yang tertuju pada ruang pengendali CCTV dan personel
keamanan.
Sendy
menggendong Ayu yang setengah tidak sadarkan diri berlari menuju rumah
sakit terdekat. Wajah nya menunjukkan kekhawatirannya dan juga belas
kasihnya.
Mengapa
kehidupannya penuh dengan kemelut. Hari besar yang ditunggu nya apakah
akan berakhir disini setelah ia bersusah payah menyambutnya? Akankah ini
menjadi sia sia baginya? Hanya tinggal beberapa menit saja waktu
pembukaan Audisi dimulai. Aku tidak akan biarkan kejadian ini untuk
menghalangi impiannya. Lagipula tugasku masih belum selesai dengannya,
Aku masih harus terus mendalami kehidupannya agar misi ku tercapai.
BERSAMBUNG...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar