Proses Audisi
yang diadakan dilantai delapan itu sudah mulai berjalan. Ruangannya
berbentuk persegi empat, lengkap dengan beberapa alat musik serta empat
orang Juri yang masing masing menilai dari pandangan berbeda, satu
wanita dan tiga lainnya pria. Dari balik pintu yang berbatasan dengan
ruang lobby, empat dari para peserta masuk secara bergiliran.
"Selanjutnya! Peserta bernomor enam puluh empat sampai enam puluh delapan silahkan masuk." Seru seorang juri.
Peserta yang
disebut barusan mulai berjalan masuk. Dari keempat peserta, terdapat
nama Jessica Veranda serta Rica Leyona. Keempatnya terlihat gugup
ataupun gelisah, seperti sudah terdapat bom waktu yang terpasang di
jantungnya yang suatu saat akan meledak. Ini merupakan hari penentuan
dari kerja keras selama mereka latihan.
"Sebelum
kami memulainya, kami ingin tahu apa yang membuat kalian termotivasi
untuk mengikuti Audisi ini. Jawablah apa yang benar benar kalian
rasakan, Jangan menjawab apa yang ingin didengar oleh kami, tapi
jawablah dari hati kalian." Ucap salah satu juri pria pada keempat
peserta yang ada dihadapannya.
"Kata Ibuku,
aku sangat berbakat dalam hal tari. Maka dari itu aku mengikuti Audisi
ini." Jawab salah satu dari keempat peserta itu.
Lantas Juri yang menanyakan pertanyaan barusan mendadak tertawa mendengar jawaban peserta tadi.
"Tidak ada
orang tua yang tidak pernah memuji anaknya. Lantas dengan Ibumu berkata
seperti itu kamu merasa percaya diri untuk ikut dalam Audisi ini? Sudah
aku katakan sebelumnya, jawablah dari kata hatimu sendiri, bukan dari
orang lain. Dunia hiburan tidak semudah orang orang bayangkan, menjadi
populer dikalangan entertainment sangatlah berat."
"Lalu mereka
yang terkenal lewat video yang di upload melalui sebuah situs hingga
sampai terkenal, itu namanya apa? Bisa anda jelaskan?" Belanya.
Lantas Juri tersebut kembali tertawa mendengarnya.
"Iris
kupingku jika sampai karya mereka dikenang seumur hidup. Kebanyakan dari
Mereka hanya populer sesaat, mereka hanya ingin mencari sensasi, namun
tidak ada karya mereka yang bisa dikenang selamanya. Aku rasa di negara
kita lebih menyukai hal hal yang berbau lawak. Negara kita lebih
mementingkan keuntungan dibanding kualitas. Namun aku tidak ingin
seperti mereka yang hanya memikirkan uang, Cam kan itu. Sudahlah,
peserta selanjutnya bisa menjawab."
Kemudian Ve mulai menggerakkan bibirnya, ia akan menjawab motivasinya tentang Audisi ini.
"Kalau aku,
aku ingin belajar dan masuk ke dunia hiburan. Aku tahu aku bukan yang
terbaik, namun aku merasakan bahwa aku sangat tertarik dalam dunia
dance. Hati ini terasa nyaman dan aku tidak pernah merasakan keluhan
jika aku melakukannya. Itu saja."
"Jadi, kesimpulannya bahwa kamu mengikuti Audisi ini karena kamu merasa nyaman melakukannya, bukan begitu?"
Ve menggangguk benar menatap juri tersebut.
"Kalau begitu, peserta selanjutnya bisa menjawab. Namamu Rica?"
Dengan gugupnya Rica menjawab "Iya".
"Berikan Alasanmu." Lanjut Juri itu sambil memandangnya.
Rica sempat berfikir apa yang seharusnya ia jawab, atau apa yang sebaiknya ia katakan.
"Aku juga
ingin belajar, dan aku sangat yakin bahwa aku mahir dibidang akting. Aku
mengikuti Audisi ini hanya sebagai batu loncatan menuju tujuan ku
sebenarnya."
"Sebelumnya,
aku ingin bertanya padamu. Apa yang kamu ketahui tentang akting? Dan
apa saja teknik yang perlu dikuasai." Potong Juri wanita, semua nya
tahu, bawah juri itu memang menilai ekspresi suatu perwatakan. Lantas ia
yang paling menguasai tentang akting. Maka dari itu ia mengetes Rica
dengan teori.
"Sebelum
kamu pentas, kamu harus tau apa itu akting dan apa saja tujuan akting
atau mungkin teknik yang perlu dikuasai." Tambahnya.
"Akting ...
Merupakan sebagian dari gerakan, perbuatan atau gerak yang dilakukan
oleh para pelaku. Tujuannya, untuk mengekpresikan suatu perwatakan dari
tokoh tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam akting yakni,
konsentrasi, emosional, irama dan yang lebih penting lagi adalah
kemampuan Imajinasi."
"Dalam hal teori memang benar, dan aku ingin lihat apa yang kamu ucapkan barusan. Contohkan dari sekarang."
Rica terperanjat, namun ia akan mencobanya. "Peran seperti apa yang ingin anda lihat?"
"Peran yang
menyedihkan, penuh dalam kemelut. Dalam dunia akting, menangis adalah
hal tersulit untuk dilakukan. Aku ingin melihat peran itu darimu.
Lakukanlah."
Rica menjadi
gugup, ia terdiam sejenak, memikirkan dialog yang akan ia ucapkan.
Setelah ia mengumpulkan bahan sebagai dialognya, kedua matanya
dipejamkan. Ia berusaha memasuki ruang Imajinasi. Setelah ia mendapatkan
posisi yang tepat, dibukanya kedua matanya secara perlahan. Ia akan
mulai mengucapkan dialognya.
Disaat orang
orang sibuk mempersiapkan apa yang ingin ia makan dipagi hari, aku
justru masih harus bekerja menyikat lumut yang menempel dibadan kapal
besar pada pagi hari. Aku tidak bisa makan jika pekerjaan ku belum
selesai, upah ku bekerja hanya sebesar sepuluh ribu rupiah.
Saat aku
beristirahat, aku melihat anak anak remaja seumuranku yang melintas
gagah lengkap dengan tas yang ia kenakan dipunggungnya. Dan hati ini
terus bertanya tanya kapan aku bisa seperti mereka. Aku bosan harus
seperti ini terus.
Belum lama aku
berandai, Ibuku datang dengan tetesan air mata diwajahnya. Ia
memberitahuku bahwa adikku sedang sakit parah dan harus dibawa ke rumah
sakit. Aku tidak mengenal rumah sakit, yang ku kenal hanyalah obat
seharga seribu rupiah yang dijual di toko. Aku binggung apa yang harus
aku lakukan saat itu.
Setelah aku
membawanya ke rumah sakit, ia menelantarkan Adikku. Yang dokter dokter
itu kerjakan lebih dulu hanyalah orang orang berduit. Ia menempatkan
adikku paling belakang, padahal ia tahu bahwa adikku sudah sangat
sekarat. Aku tidak terima dan aku memaki dokter dokter itu dengan sangat
emosional, namun mereka tidak memperdulikan omongan ku.
Setelah lima jam berlalu, nyawa adikku melayang. Aku sungguh ambruk dan tidak menerimanya.
Itulah dialog
yang diucapkan Rica, pembawaan nya sungguh sempurna, ia pun sampai bisa
meneteskan air mata. Emosial memorinya sungguh terlihat. Tempo iramanya
pun sungguh stabil, apalagi dengan ekspresinya yang sungguh menonjol.
Juri wanita itupun menepukkan tangan kagum.
"Ekspresi,
irama, serta pembawaanya sungguh sempurna. Kamu sudah mengerti apa itu
emosional memori, kemampuan imajinasi atau mungkin harmoni. Kamu sudah
bisa menyesuaikan diri, menghayati atau menjiwai peran atau perwatakan
yang dibawakan."
Rica tersenyum senang mendengar pujian dari juri tersebut.
***
Ditengah suara
hentakan musik mereka semua menari nari di satu ruangan tertutup.
Terdiri atas tiga orang, mereka adalah Cindy, Beby dan juga Delima.
Mereka berkolaborasi dengan sedikit mixing yang terlihat balance. Dalam
tariannya Cindy melakukan gerakan Popping Funky dalam bentuk Battle yang
ditunjukkan pada Delima, lalu Delima pun membalasnya. Itu hanya sebuah
skenario yang dibentuk untuk menarik perhatian, membuat interaksi pada
lawan.
Disaat Cindy
dan Delima asik Battle, Beby yang berada diposisi tengah melakukan
Shuffle dance yang terlihat mendukung tarian keduanya. Sungguh
mengesankan kolaborasi diantara mereka bertiga.
Proses Audisi
dibagi atas tiga bagian. Masing masing diantaranya dituntun oleh empat
orang juri yang menilai dari sudut pandangan berbeda. Sebelumnya dalam
peraturan yang diucapkan oleh panitia, peserta boleh saja bekerja sama
dengan melakukan kolaborasi antar peserta lain.
Namun saat
ketiganya sedang beraksi pentas, Cindy tiba tiba saja terjatuh hingga
tidak sadarkan diri. Disebelahnya Delima serta Beby sangat terkejut
melihat Cindy yang tiba tiba jatuh. Semuanya kebinggungan, menimbulkan
kecemasan dalam hati.
"Cepat panggil ahli medis !" Teriak dari salah satu Juri.
Perlahan Beby
berjalan mendekati Cindy yang tidak sadarkan diri, lalu ia mendekapnya
dengan perasaan sedih serta binggung. "Apa yang sudah terjadi
dengannya?"
Tidak lama
kemudian ahli medis datang, dia adalah Mova. Sesegera Mova melakukan
pengecekan pada tubuh Cindy. Setelah menemukan gejala pada Cindy, Mova
terperanjat.
"Ini merupakan reaksi dari obat penenang yang berlebihan." Ucap Mova sedikit panik.
Kemudian salah
satu Juri menyangkalnya. "Apa maksud mu kelebihan obat penenang?
Sebelumnya dia aman aman saja dan terlihat sehat."
"Kerja obat
penenang ini mempengaruhi aktifitas pembuluh darah, pemompaan jantung,
sususan saraf otak, sehingga si pemakai akan merasa nyaman dan tidak
gelisah. Namun jika penggunaan nya berlebihan bisa berakibat fatal.
Susunan saraf pusat akan diblok sehingga pusat napas akan tertekan dan
bahkan bisa berhenti, kontrol jantung menjadi hilang dan akhirnya akan
masuk dalam fase kematian."
Mova
menambahkan. "Obat penenang yang ada pada tubuh anak ini merupakan
Ansiolitik (anxiolytics) yg umum digunakan dirumah sakit."
Semuanya semakin panik setelah mendengar penjelasan Mova.
"Tunggu apa lagi, cepat bawa dia ke rumah sakit !" Bentak salah satu Juri tersebut.
"Darimana
anak itu bisa mendapatkan obat itu? Setahuku obat penenang seperti itu
sudah mulai dilindungi, bahkan di klinik sekalipun. Apakah pantas
seumuran dia memakai obat penenang?" Protes salah satu Juri.
"Audisi ini
membuatnya mengalami depresi hebat. Mungkin peserta itu tidak bisa
mengatasi kegelisahannya dan berakhir pada obat penenang." Sahut rekan
nya.
"Cindy!" Teriak beby panik.
Sesegera Beby
berlari mengikuti Mova yang tengah menggendong Cindy menuju rumah sakit.
Diruangan pentas Delima terdiam, tidak percaya apa yang dilihatnya
barusan. Ia bimbang apakah harus terus berada diruang pentas ini atau
mungkin mengikuti Beby menuju rumah sakit.
Delima masih terdiam, kemudian ia mengingat semua perkataan Beby waktu itu yang berisi tentang persahabatan mereka.
"Cin, apa kita
akan selalu menjadi sahabat selamanya? Bukan, maksud ku kita bertiga.
Kita akan menjadi sahabat selamanya, kan? Aku sangat senang berteman
dengan kalian. Walau kita sering bertengkar, saling mengejek atau
mungkin saling iri. Tapi, aku tetap mengganggap kalian sahabat
terbaikku. Aku gak pernah membenci kalian sedikit pun.''
Itulah sepotongan kalimat yang terlintas dipikiran Delima.
"Sahabat? " Gumamnya dengan perasaan bimbang.
Kemudian
terlintas kembali perkataan Beby waktu itu saat mereka bertiga ditaman.
Saat itu Beby sedang menceritakan pengalaman Orang tuanya.
''Dulu...
orang tuaku pernah mengikuti kontes audisi juga sama kayak kita. Ibu
serta teman temannya sangat bersaing kuat. Diantara Ibu dan ketiga orang
temannya itu, ada dua orang yang gak lolos. Sejak saat itulah Ibu dan
kedua temannya itu saling bermusuhan. Mereka kesal dan iri. Dulu Ibuku
masih duduk dikelas tiga SMA. Pertengkaran semakin menjadi jadi saja
diantara mereka. Ibu selalu dijauhkan oleh teman teman yang gak lolos
dalam audisi itu. Mereka sirik! Kenapa manusia mempunyai hati yang
begitu kotor. Ibuku gak salah apa apa, kenapa mereka menjauhinya. Ibu
terus memikirkan itu setiap harinya. Ia rindu dengan sikap teman teman
lamanya yang dulu. Yang begitu penuh perhatian, disaat susah teman
selalu membantu, disaat senang teman akan selalu berbagi. Ibu rindu
dengan semua itu.''
''Lalu?'' kata Delima semakin penasaran.
''Ibu keluar
dari member grup musiknya itu. Ibu ingin kembali seperti dulu, bergurau
bersama sama temannya, berceloteh, berbagi kesenangan dan kesedihan
bersama. Ibu terpaksa melakukannya. Ikatan teman memang begitu kuat.
Apapun profesi atau gelar seseorang, gak ada gunanya jika ia merasa
kesepian.''
Delima mencerna semua perkataan serta pengalaman Orang tua Beby.
"Apapun profesi atau gelar seseorang, gak ada gunanya jika ia merasa kesepian.''
Kalimat
tersebut terus terbayang bayang dikepala Delima. Ia sudah memikirkan nya
dengan matang, Dikepalkannya kedua tangannya, Dikalahkannya rasa
keinginannya tersebut. Delima tahu, jika dirinya sampai keluar dari
tempat itu, maka dia akan gugur.
Ditariknya
nomor peserta yang terlilit dilehernya, lalu ia membuangnya. Delima
meninggalkan ruang pentas dan kemudian ia berlari mengejar Beby yang
sedang menuju rumah sakit bersama sama.
Saat dirumah
sakit, Delima serta Beby duduk bersebelahan dengan wajah yang pilu.
Mereka menunggu kabar dokter yang sedang menangani Cindy diruang Unit
Gawat Darurat (UGD).
"Semuanya telah berakhir." Ujar pasrah Beby.
Diraihnya tangan beby oleh Delima, ia berusaha menenangkan kepasrahan Beby, Walau ia pun juga merasakan hal yang sama.
"Semoga dia baik baik saja." Cemas Delima sambil memandangi Ruang UGD.
"Dia sendiri
yang bilang untuk tidak merasa gelisah atau gugup pada kita. Namun
kenyataannya, dia pun sama. Kenapa dia bisa berbuat sampai sejauh itu
hingga membahayakan nyawanya sendiri. Kamu ingat kan, Del omongan dia?
Kamu ingat, kan?" Protesnya.
"Iya aku
sangat mengingat kalimatnya, bahkan ia mendekapkan dirinya pada kita
agar kita merasa nyaman dan tidak gugup. Ia begitu memikirkan teman
temannya, hingga ia lupa memikirkan dirinya sendiri."
"Kecerobohannya membuat semuanya kacau. Entah aku harus membenci
dirinya atau aku harus melupakan kejadian ini. Apa pendapatmu tentang
kejadian ini, Del?" Tanya nya.
"Aku sudah
tidak mempermasalahkan semuanya, Beb. Yang terpenting Cindy harus sehat
dahulu. Semua orang pasti pernah melakukan hal yang fatal. Aku bisa
memakluminya. Aku hanya takut Cindy akan marah kalau kita meninggalkan
Audisi itu begitu saja, yang sudah sama sama kita perjuangkan
sebelumnya."
Kemudian Delima
serta Beby mencoba mendengar percakapan dokter dari balik pintu ruang
UGD, Matanya terbuka lebar, ia sungguh cemas dan juga gelisah. Keadaan
didalam sana sepertinya sangat buruk.
"Reaksi
obatnya sungguh besar dan menyebar cepat didalam tubuhnya. Jantungnya
sudah sangat lemah, respon pupil matanya pun sungguh lemah. Kemungkinan
dia akan gagal jantung. Ulang lagi! 200 Joules, Charging!"
"Masih tidak
ada respon pada EKG, pak. (Elektrokardiogram : adalah grafik yang
merekam aktivitas kelistrikan jantung dalam waktu tertentu)." Sahut
salah satu rekan dokternya.
"Naikkan, 300 Joules!"
"Apakah masih tidak ada respon?" Sahut rekan dokter disebelahnya.
"Naikkan terus! 380 Joules !"
"Percuma
saja, tidak ada reaksi sama sekali pada EKG. Apa kita harus
menghentikannya?" Ucap pasrah dokter yang berada didalam.
Beby tidak sanggup mendengarnya, ia sungguh ambruk dengan tetesan air mata diwajahnya, begitupun dengan Delima.
Aku tidak terima jika ia meniggalkan kami begitu saja, Ia harus bertanggung jawab. Ia harus memikirkan kami!
Aku gak rela! Sungguh aku gak rela! Aku masih ingin bersamanya. Tuhan, tolonglah dia. Aku mohon.
Teriak Beby dengan tangisnya.
BERSAMBUNG....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar